Cerita Dewasa Sempitnya Memek Pembantu Tetanggaku
Cerita Dewasa Sempitnya Memek Pembantu Tetanggaku - Aku tinggal disatu komplex perumahan, Tidak Terlalu mewah sih, biasa2 aja. Tetanggaku seorang janda, usia 50 tahunan lah. Dia tinggal sendiri dengan seorang pembantu dan seorang supir yang mengantarkan si ibu kalo akan beraktivitas. ibu itu orangnya tinggi besar dan gemuk, mungkin beratnya 90 kiloan lah. Aku sih gak tertarik sama si ibu tapi sama pembantunya, Nyi Devi. Devi, dari namanya orang akan tau bahwa dia orang sunda, tepatnya orang banten, sejak banten berdiri sebagai satu propinsi yang terpisah dari jabar.
Walaupun Devi kelihatan seperti layaknya abg gedongan kalo dia pergi dengan si ibu. Pakaiannya selalu modis walaupun tidak bermerk, Celana jins dan kaus ketat seperti yang umumnya gadis gadis kalo mo mejeng. Layaknya perempuan sunda, Devi kulitnya putih bersih, wajahnya manislah, sayangnya agak chubby.
Sebetulnya aku sendiri tidak terlalu senang dengan cewek-cewek chubby, tapi karena tiap hari ketemu, lama-lama jadi tertarik jg seperti kata pepatah jawa yen trisno jalaran soko gak ono liane (ha..ha, sudah dimodifikasi rupayanya pepatah jawa ini) yang artinya kira-kira dengan terjemahan bebas karena sering ketemu lama-lama jadi suka. Aku sering juga ngobrol sebentar dengan Devi kalo pas papasan didepan rumah.
Pada suatu hari aku sedang membersihkan mobilku. Devi sedang bersih-bersih halaman, sopirnya sudah mudik mo lebaran dikampungnya yang juga didaerah banten, satu kampung dengan Devi.
“Kamu gak pulang Vi”, aku membuka pembicaraan sembari mengelap mobilku.
Tembok pembatas antara rumahku dan rumahnya gak tinggi sehingga kita Viih bisa saling liat.
“Enggak om”. Memang dia biasanya memanggil aku om kalo ketemu.
“Napa”, tanyaku.
“Ibu mau liburan ke bali sama sodara-sodaranya, jadi Devi gak dikasi pulang. Disuru nungguin rumah”.
“Gak takut kamu sendirian di rumah. Kalo lebaran kan biasanya komplex kita ini sepi banget”.
“Takut sih om, om ndiri gak liburan”.
“Aku mah dirumah saja, nemenin kamu deh biar gak takut”, godaku sambil tersenyum.
“Om sih tinggal sendiri, gak punya istri ya om atau…. dah cere”.
“Aku dah cere Vi, istriku tinggal di Cirebon sama ortunya. Kami memang belon punya anak”.
“Vii”, terdengar panggilan dari dalem rumahnya, rupanya si ibu manggil.
“Bentar ya Om’, kata Devi sambil meninggalkan aku, Viuk kerumahnya.
Tak lama kemudian Devi keluar lagi, nemenin aku ngobrol.
“Napa Vii”, tanyaku.
“Ibu nyuruh Devi cari taksi, dia dah mo brangkat ke rumah sodaranya. Rencananya besok mereka berangkat ke bali. Devi tinggal dulu ya om”.
Devi keluar rumah, jalan mencari taksi keluar komplex. Aku memandangi Devi dari beralakng. Pantatnya yang besar bergerak sensual sekali mengikuti ayunan langkahnya. Devi sehari-hari selalu mengenakan celana gombrang 3/4 dan kaos yang longgar.
Walaupun celananya gombrang, pantatnya yang bahenol itu menarik untuk diperhatikan. Mendadak Devi nengok kearahku dan dia tersenyum. Aku jadi tersipu2 karena ketahuan lagi memandangi dia dari belakang, terpesona melihat geolan pantatnya.
Aku dah selesai membersihkan mobilku, aku memang tinggal sendiri, pembantuku yang part time (hanya datang untuk membersihkan rumah, nyuci dan setrika saja, sudah lama mudik duluan. Tak lama terdengar ibu sedang bicara dengan Devi, aku hanya melongok dari jendela, kulihat Devi sedang meViukkan koper si ibu ke bagasi taksi dan tak lama kemudian taksi melaju meninggalkan Devi sendiri. Segera aku keluar rumah.
“Dah berangkatya Vi”.
“Dah om. Tadi om ngeliatin Devi aja, napa sih”. Berani juga Devi mengajak aku membicarakan kelakuanku.
“Abis pantat kamu bahenol banget Vi, godaku.
“Ih si om mulai genit deh, mentang-mentang ibu dah berangkat. Kalo ada ibu om gak brani yaa”, dia bales menggangguku.
“Devi mo ditemeni gak?” aku to the point aja nawarin.
“Iya om, sebenarnya Devi takut sendirian kalo malem”.
“Ya udah, nanti malem Devi tidur dirumahku aja, ada kamar kosong kok. Atau mo sekamar sama aku?” godaku lebih lanjut.
“Ih si om makin genit aja”, kulihat Devi tersipu-sipu mendengar gurauanku yang makin menjurus.
“Kalo mau, aku gak mtersinggung lo”.
“Tersinggung apanya om”.
“Tersinggung itunya”.
“Ya udah, ntar abis magrib deh ya om, Devi mo beberes dulu”. Aku bersorak dalam hati ketika Devi mengiyakan tawaranku.
Aku dah lama memendam napsuku melihat bodi Devi. Biar chubby Devi merangsang juga. Toketnya lumayan gede, bulu tangan dan kakinya panjang2, lagian diatas bibir mungilnya ada kumis yang sangat tipis. Pastilah jembutnya lebat dan napsunya gede.
Sorenya, bakda magrib, terdengar Devi memanggil2,
“Om, om”. Aku segera keluar rumah. Kulihat sepi sekali sekitar rumah kami.
Devi tampak cerah dengan “seragam rumahnya”. Rambutnya yang sebahu cuma diikat dengan karet saja. Satpam komplex belum beredar.
“Dah dikunciin semuanya Vi, lampu luar dinyalain. Lampu dalem nyalain juga satu yang watnya kecil, biar gak disangka rumah kosong. Gas buat kompor dan water heater dah dimatiin?”
“Dah kok om, Devi ke tempat om sekarang ya”.
“La iyalah,masak mo besok ketempat akunya”. Devi segera menggembok pager rumahnya dan Viuk ke rumahku.
“Om, punya makanan mentah gak, kalo ada Devi masakin”, katanya sambil ngeloyor ke dapur.
Karena rumah dikomplexku dibangunnya seragam, maka pembagian ruangnya sama, gak heran Devi tau dimana letak dapur. Aku mengeluarkan sayuran dan daging dari lemari es, dan memberikan ke Devi. Segera Devi sibuk menyiapkan Viakan buat aku. Aku segera mandi dan ketika sudah selesai mandi makanan dah tersedia di meja makan. Nasi sisa tadi siang pun sudah diangetin.
“Yuk Vi, kita makan bareng”, ajakku.
“Enggak ah, masak Devi makan semeja bareng om”.
“Ya gak apa kan, kamu kan bukan pembantuku, malem ini kamu tamuku. Dah bagus tamu ngebantuin nyiapin makan malem”, aku menarik tangannya dan mendudukkan dikursi disebelah kursiku.
Karena Devi hanya menyediakan 1 piring dan sendok garpu serta segelas air minum, aku segera ke dapur untuk mengambil peralatan makan buat Devi.
“Gak usah om, biar Devi ambil sendiri”, Devi bergerak bangun dari kursinya.
“Gak apa, gantian. Kamu dah masakin buat kau, aku cuma ngambilin peralatan makan aja kok buat kamu”. Suasana segera menjadi cair, kamu ngobrol ngalor ngidul sembari makan.
Devi menceritakan latar belakangnya. Dia sebenarnya janda, Viih muda sekali dia dikawinkan dengan seorang kakek-kakek didesanya, baru umur 15, sekarang Devi umur 19. Alesannya klasik.
Bapaknya Devi utang ama si kakek dan gak bisa ngelunasin, maka Devi di”gade”in sebagai pelunas utang bapaknya, kayak crita sinetron aja yach. Perkawinan cuma tahan setahun, terus Devi dicerein, karena gak ada kerjaan di kampung Devi merantau ke Jakarta dan mencari kerja sebagai prt, dan tentunya ktemu aku (ha ha).
“Trus suami kamu keenakan dong mrawanin abg bahenol kaya kamu”.
“Ah Devi mah cuma menunaikan tugas sebagai istri aja. Cepet banget om, baru masuk, goyang sbentar dah keluar.
Devi mah gak pernah tuh ngerasain nikmat seperti yang orang-orang suka bilang kalo kawin itu nikmat”
“Kasian deh kamu, kalo aku yang ngasih nikmat mau gak”, omonganku makin menjurus saja.
“Om makin lama makin genit ih, ntar Devi balik ke rumah lo kalo digenitin terus”, katanya sambil senyum manja.
“Oh gak mau cuma digenitin toh, abisnya Devi maunya diapain”.
“Gak tau ah”, katanya sambil cemberut tapi tersenyum (Hayo, gimana tuh ekspresi orang yang cemberut campur tersenyum, bingung kan. Ines aja bingung kok).
“Kamu setahun kawin kok gak hamil Vi, dicegah ya”.
“Iya om, suami Devi gak mo punya anak lagi. Anaknya dari istrinya yang laen dah banyak katanya”.
“Terus kamu gak pernah kepingin ngerasain nikmatnya Vi”.
“Kepingin sih om, tapi kan gak ada lawannya”.
“Sekarang ada kan”.
“Siapa om”.
“Aku”.
“Ih si om, Devi mo pulang aja ah”, kembali dia cemberut, tapi aku tau kalo dia sebenarnya senang dengan gangguanku karena dia tetap saja tidak beranjak dari kursinya.
Makan malam selesai. Berdua kami membereskan meja makan, Devi nyuci prabotan makan, sementara aku menyiapkan film bokep untuk memancing Devi ke arah yang lebih asik. Pintu rumah dah kututup, gorden jendela dah kuturunkan juga.
Suasana di ruang tamu kubuat temaram dengan hanya menghidupkan lampu kecil saja. Suasanya berubah jadi rada romantis. Aku duduk di sofa, Devi menghampiri aku dan duduk diubin.
“Jangan diubin atuh Vi, sini duduk disebelah aku. Inget kamu bukan pembantu aku lo”. Devi segera duduk disebelahku, walaupun berjauhan.
“Kok lampunya digelapin sih om”.
“Kan kita mo nonton film, kamu pernah nonton bioskop gak”.
“Pernah sih om, waktu abis kawin Devi diajak suami nonton bioskop”.
“Di kampung kamu ada bioskop juga”.
“Iya om bioskop murahan”.
“Kalo mo maen filmnya lampu di bioskop digelapin kan”.
“Iya om, emangnya kita mo nonton film apaan sih, seru gak om filmnya”.
“Ya pasti serulah, mungkin kamu belum pernah nonton film seperti yang mo aku putar”.
“Film apaan sih om”, Devi sepertinya jadi penasaran.
“Dah nonton aja”, aku memutar filmnya. Gak seperti lazimnya film bokep, film yang kuputar ada critanya.
Jadi pendahuluannya dipertunjukkan sepasang manusia beda warna kulit, yang ceweknya orang Asia, sepertinya orang thai, dan cowoknya negro. Adegan awal menceritakan bagaimana mereka ketemu, jalan bersama dan akhirnya pacaran. Settingnya berubah ke rumah si negro, mereka ciuman di sofa sambil mulai saling meraba dan mereVi.
“Ih kok gak malu ya om, gituan ditunjukkan ke orang2″. Kulihat Devi menatap seru ke layar tv, dia mulai hanyut dengan adegan saling cium dan reVi.
Ceweknya dah tinggal pake bra dan cd, begitu juga cowoknya. kon tol si negro yang dah ngaceng nongol dibagian atas cdnya.
“Ih, gede banget yak. Punya suami Devi gak segede itu”. Devi terus menatap kelayar tv sehingga dia gak sadar kalo aku pelan2 menggeser dudukku merapat kerahnya.
Satu tanganku kulingkarkan ke bahunya, walaupun masih diatas pinggiran sofa. Waktu cowoknya mulai memasukkan kon tolnya ke no nok si cewek, mulailah terdengar serenade wajib film bokep, ah dan uh. Devi kelihatannya makin larut dalam adegan yang diliatnya.
“Pernah nonton film ginian Vi”.
“Belum pernah om”. Aku mulai aksiku. Tanganku meraba2 tengkuknya.
“Om geli ah”, Devi merinding. Aku meneruskan aksiku. Dudukku makin merapat, Devi kupeluk dan kucium pipinya.
“Om, ah”, tapi matanya tetep aja lekat ke tv melahap adegan doggie sambil ah uh. Aku mengelus2 pundaknya dengan tangan satunya, pipinya.
kusentuh dan kucium lagi. Sekarang Devi diam saja. Jariku makin kebawah saja, mengelus pipi, terus ke leher. Devi menggeliat kegelian tapi tetep diam saja. Sepertinya dia sudah hanyut karena ngeliat tontonan syur itu.
Pelan2 kusentuh toketnya, terasa besar dan kenyal. Karena Devi diam saja, aku makin berani, kuremas pelan toketnya sambil kembali mencium telinganya. Devi mendesah pelan tapi membiarkan elusan di toketnya berubah menjadi reVian. “Ooom”, lenguhnya lagi menikmati remasanku di toketnya.
Aku mematikan film dengan remote, segera Devi kurengkuh dalam pelukanku dan kucium bibirnya.
Dengan penuh napsu kureVi2 toket Devi. Devi menggeliat2 saja, sepertinya napsunya makin berkobar.
ReVianku di toketnya berpindah2 dari satu toket ke toket yang lain.
“Vi, aku buka ya kaos kamu biar bisa ngeremes langsung. Rasanya beda deh Vi kalo diremes langsung. Suami kamu juga kaya gini”.
“Enggak om, suami Devi dulu mah langsung masuk aja gak pake pendahuluan… eegh”. Kaosnya langsung kubuka keatas.
Devi menaikkan tangannya keatas sehingga mempermudah aku melepas kaosnya. Toketnya yang besar kenceng sepertinga gak tertampung di branya. Kembali aku mencium bibirnya, sembari tanganku meraba kepunggungnya untuk melepas kaitan branya, dan berhasil. Bra segera kusingkirkan dari tempatnya. Toket Inas yang bundar dan kencang dihiasi pentil yang kecil kecoklatan. Aku segera melanjutkan ciumanku dibibir mungil Devi, lidah kujulurkan Viuk ke mulut Devi.
Rupanya dia mengerti mesti ngapain dengan lidahku. Dia menghisap2 lidahku dan menyentuhkan lidahnya. Lidah kami pun saling bebelit, sementara pentilnya kuplintir2 pelan sehingga pelan2 mengeras. Devi melenguh terus, ketika aku mulai menggosok selangkangannya dari luar celana gombrangnya. “Ooom”, lenguhnya. Selangkangannya terus kogosok lembut sambil tangan satunya memlintir2 pentilnya, kadang meremes2 toketnya. Devi dah pasrah saja dengan apa yang aku lakukan terhadap tubuh bahenolnya.
“Vi, aku lepasin ya celana kamu”, gak nunggu persetujuannya, aku membuka retsleting celana Devi dan memlorotkannya.
Devi mengangkat pantatnya untuk mempermudah aku melepas celana gombrangnya. Tinggallah Devi pake cd yang tipis. Benar dugaanku, jembutnya lebat sekali, sampe beberapa helai nongol pada lingkar pahanya. Kuelus2 terus belahan no noknya daru luar cdnya. Cd nya dah basah, rupanya Devi dah sangat bernapsu jadinya.
“Vi, jembut kamu lebat skale, pasti napsu kamu besar yach”. Devi hanya menggeliat2 saja, dan melenguh2 keenakan menikmati aktivitas tanganku pada dada dan selangkangannya.
“Vi, kamu dah napsu ya, cd kamu dah basah begini. Aku lepas ya”. Aku segera menarik cdnya ke bawah. Sekali lagi Devi mengangkat pantatnya sehingg meluncurlah cdnya meninggalkan tubuhnya.
Sekarang Devi sudah bertelanjang bulat didepanku. Tubuhnya yang putih dengan toket besar dan Viih kencang sekali, pentil kecil yang dah mengeras dan sekumpulan jembut lebat berbentuk segitiga yang puncaknya mengarah ke no noknya.
“Vi, terusin dikamarku yuk”, aku menggandeng tangannya dan menariknya ke kamarku.
Devi kubaringkan di ranjang dan segera aku melepaskan semua yang melekat dibadanku.
“Om, gede banget kon tolnya, kaya yang di film tadi”. Devi membelalak melihat kon tolku yang sudah ngaceng dengan kerasnya.
Memang kon tolku ukurannya extra large buat standard Indonesia, tapi itu yang membuat perempuan yang pernah aku en tot terkapar lemes dan nikmat. Kami berdua telah bertelanjang bulat. Aku segera berbaring disebelah Devi. Pentilnya kupilin membuat Devi mengerang kenikmatan. Kemudian paha Devi kukangkangkan, jembutnya yang lebat menutupi daerah no noknya. Aku telungkup di selangkangannya dan mulai menjilati no noknya. Devi makin mengerang2. Serangan kulakukan bergantian disemua titik sensitif di tubuh Devi. Bergantian dengan bibir bawahnya, aku juga melumat bibir atasnya sambil mereVi2 toketnya yang juga mulai mengeras itu.
Kemudian aku kembali kebawah menjilati pahanya sambil kedua tanganku masing-masing bergerilya pada toket dan no nok Devi.
“Aduh om, nikmat banget. ahh!” kata Devi.
Jilatanku mulai merambat naik hingga akhirnya kulumat dan kureVi toket Devi secara bergantian, sementara tanganku Viih saja mengobok-obok no noknya. Desahan Devi tertahan karena sedang berciuman denganku. Tubuhnya menggeliat-geliat merasakan nikmat. Puas menetek pada Devi, aku bersiap meViuki no nok Devi dengan kon tolku. Aku memposisikan diriku diantara kedua belah paha Devi dan memegang kon tolku kearah no noknya.
“Aagh”, erang Devi ketika aku mendorong kon tolku dengan bernafsu.
“Napa Vi, nikmat?” kataku sambil meremas kedua toketnya yang sudah basah dan merah akibat kusedot2.
“Gede banget om, no nok Devi ampe sesek rasanya”.
“Tapi nikmat kan”.
“Nikmat banget om, Devi blon pernah ngerasain ngen tot senikmat ini”. Aku menyodokkan kon tolku dengan keras sehingga Devi pun tidak bisa menahan jeritannya.
Aku mulai menggarap Devi dengan genjotanku. Dengan terus menyodoki Devi, aku meraih toketnya yang kiri, mula-mula kubelai dengan lembut tapi lama-lama aku semakin keras mencengkramnya. Aku juga mencaplok toket yang satunya.
Devi yang mengerti apa mauku, segera membusungkan dadanya ke depan sehingga toketnya pun makin membusung. Aku menjulurkan lidahku untuk menjilati pentilnya sehingga makin mengeras saja. Devi merasa geli bercampur nikmat. Dia mendesah tak karuan merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakannya.
Ciumanku merambat naik dari toketnya hingga hinggap di bibirnya, kami berciuman dengan penuh nafsu sampai ludah kami bercampur baur.
“Aahh.. oohh.. Devi mau pipis rasanya.. om!” erang Devi bersamaan dengan tubuhnya mengejang.
Melihat reaksi Devi, aku semakin memperdahsyat sodokanku dan semakin ganas mereVi toketnya. Akhirnya Devi nyampe, tubuhnya mengejang hebat dan cairan no noknya berleleran dipahanya. Erangannya memenuhi kamar ini membuat aku semakin liar.
“Itu bukan pipis Vi, itu tandanya kamu mo nyampe, nikmat kan”.
“Banget om.. aaah”.
“Vi ganti posisi yuk, kamu sekarang nungging deh”, kataku sambil mencabut kon tolku dari no noknya.
kon tolku berlumuran cairan lendir Devi yang menyembur dahsyat ketika dia nyampe.
“Mo dimasukin ke pantat ya om, gak mau ah”.
“Ngapain dipantat Vi, no nok kamu peret banget, enak banget dien totnya’.
“Abis kon tol om gede banget sih, no nok Devi pan belum pernah kemasukan kon tol segede kon tol om, makanya kerasa peret banget”. Devi pun nungging dipinggir ranjang dan aku berdiri dibelakangnya.
Tubuhnya yang dalam posisi tengkurap kuangkat pada bagian pinggul sehingga lebih menungging. Aku membuka lebar bibir no noknya dan menyentuhkan kepala kon tolku disitu. Benda itu pelan-pelan mendesak Viuk ke no noknya.
“Heghh..heghmm…”, lenguhnya saat kon tolku masuk.
Devi mendesis dan mulai menggelinjang. Kepala kon tolku perlahan-lahan mulai menguak bibir no noknya yang sangat basah. Aku menekan kon tolku sedikit demi sedikit. Devi mulai mendesah-desah. Tiba2 aku menyurukkan kon tolku ke dalam no noknya.
“Aaa..”, jeritnya keras. Matanya membelalak.
kon tolku menancap dalam sekali di no noknya. Kemudian aku mulai menggerak-gerakkan kon tolku keluar Viuk.
“Lebih keras lagiom”, erangnya.
Aku memompa kon tolku keluar Viuk semakin bersemangat. Keringat mengucur dari seluruh tubuhku, bercampur dengan keringatnya.
” Om, Devi mau pipis lagi”, kataku terputus-putus.
“Aku juga”, sahutku.
Aku meningkatkan kecepatan genjotan kon tolku . Devi menjerit-jerit semakin keras, dan merangkul aku erat-erat. Dia sudah nyampe. Akhirnya dengan satu hentakan keras aku membenamkan kon tolku dalam-dalam. Devi menjerit keras. Pejuku muncrat di dalam no noknya 5 atau 6 kali.
“Gila Vi, no nok kamu enak banget, sempit banget”. katanya.
“kon tol om juga keras banget, enak…” jawabnya. aku ambruk kecapaian.
“Istirahat dulu ya Vi”. “Emangnya om Viih mo lagi”.
“So pasti dong Vi, enak begini mah gak bole disia2kan. Kamu nikmat juga kan, Viih mau lagi juga kan”.
“Iya om, nikmat banget”.
“Iya nikmat apa iya mau lagi”.
“Dua2nya om”. kon tolku yang melemas terlepas dari jepitan no nok peretnya.
Aku segera mengambil minum untuk Devi dan aku sendiri. Devi seneng dengan layanan yang aku berikan, mungkin dia belum pernah seumur2 diambilkan minum. “Om, Devi suka deh ama om, om memperlakukan Devi seperti istri om”. Aku terharu juga mendengar ucapannya.
Gairahku Viih tinggi. Setelah aku merasa Devi cukup istirahatnya, aku segera memulai ronde kedua, pemanasan lagi, biar Devi napsu banget. Akupun berbaring disebelahnya, Devi menyambut aku dengan pelukannya. Aku mengelusi punggungnya, terus turun hingga mereVi bongkahan pantatnya. Sementara tangan Devi juga turun meraih kon tolku.
“Gila nih kon tol, udah keras lagi..kan baru ngecret om?” tanyanya waktu menggenggam kon tolku yang mulai mengeras.
Akupun mulai menciumi telinganya, lidahku menelusuri belakang telinganya, juga bermain-main di lubangnya. Dengusan nafas dan lidahku membuat Devi merasa geli dan menggeliat-geliat. Kemudian aku melumat bibirnya dengan ganas, lidahku menyapu langit-langit mulutnya. Devi merespon dengan mengulum lidahku. Makin ahli dia berciuman, siapa dulu gurunya dong (ha ha). Tanganku meraba-raba kebawah ke no noknya yang sudah basah lagi, karena napsunya ternyata telah demikian tingginya. Aku tak sabar untuk segera ngen toti Devi lagi. Segera Devi kunaiki.
Pahanya kukangkangkan. Ketika kuraih kon tolku kutuntun kearah no noknya, tangan kanan Devi ikut menuntun kon tolku menuju sasaran. Saat kepala kon tolku menyentuh bibir no noknya, aku menekannya ke dalam, mulutnya menggumam tertahan karena sedang berciuman denganku. Lalu kutekan lagi dengan keras sehingga kon tolku menerobos ke dalam dan terbenam sepenuhnya dalam no noknya. Devi menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar kon tolku Viuk lebih dalam lagi. Devi terdiam sejenak merasakan sensasi yang luar biasa ini.
Lalu perlahan-lahan aku mulai mengenjotkan kon tolku. Devi memutar2 pantatnya untuk memperbesar rasa nikmat. Toketnya tergoncang-goncang seirama dengan genjotanku di no noknya. Matanya terpejam dan bibirku terbuka, berdesis-desis menahankan rasa nikmat. Desisan itu berubah menjadi erangan dan kemudian akhirnya menjadi jeritan.
Devi tak kuasa menahan rintihannya setiap aku menusukkan kon tolku, tubuhnya bergetar hebat akibat tarikan dan dorongan kon tolku pada no noknya. Pinggul Devi naik turun berkali kali mengikuti gerakanku. Jeritannya makin menjadi-jadi.
Aku membungkam jeritannya dengan mulutku. Lidahku bertemu lidahnya. Sementara di bawah sana kon tolku leluasa bertarung dengan no noknya.
“Oh..”, erangnya,
“Lebih keras om, lebih keras lagi.. Lebih keras.. Oooaah!” Tangannya melingkar merangkul aku ketat.
Kuku-kukunya terasa mencakari punggungku. Pahanya semakin lebar mengangkang. Terdengar bunyi kecipak lendir no noknya seirama dengan enjotan kon tolku.
“Aku mau ngecret, Vi”, bisikku di sela-sela nafasku memburu.
“Devi juga om”, sahutnya. Aku mempercepat enjotan kon tolku.
Keringatku mengalir dan menyatu dengan keringatnya. Bibir kutekan ke bibirnya. Kedua tanganku mencengkam kedua toketnya. Diiringi geraman keras aku menghentakkan pantatku dan kon tolku terbenam sedalam-dalamnya. Pejuku kembali memancar deras.
Devi pun melolong panjang dan menghentakkan pantatnya ke atas menerima kon tolku sedalam-dalamnya. Kedua pahanya naik dan membelit pantatku. Devi pun mencapai puncaknya. kon tolku terasa berdenyut-denyut memuntahkan pejuku ke dalam no noknya. Beberapa detik kemudian badanku terkulai leVi, begitu juga Devi. Dia terkapar di ranjang, kedua toketnya nampak bergerak naik turun seiring desah nafasnya.
Kami terkapar dan tertidur kelelahan, gak tau berapa lama. Tapi kemudian aku terbangun karena merasa ada reVian di kon tolku. Kulihat Devi sedang menelungkup dikakiku. kon tolku dielus dan diremas2nya.
“Om, Devi kok pengen lagi ya”. Bener kan, perempuan dengan jembut yang lebat napsunya gede banget, pengennya dien tot berulang2, padahal dia tadi sampe teler aku en tot.
Dia merundukkan badan untuk meViukkan kon tolku ke mulutnya, benda itu dikulumnya dengan rakus. Aku segera memutar badanku sehingga kami berada pada posisi 69. Aku mempergencar rangsangan dengan menciumi kakinya mulai dari betis, tumit, hingga jari-jari kakinya. Devi jadi makin gila dengan perlakuan seperti itu.
“Ahh.. om, kok mau sih nyiumin kaki Devi”.
“Gak papa Vi, kamu isep terus dong kon tolku”. Jilatanku kemudian pindah kepahanya.
Devi otomatis mengangkangkan pahanya sehingga aku bisa mengakses daerah no noknya dengan mudah. “Om enak banget.. masukin aja sekarang!” rintihnya manja sambil mengocok2 kon tolku yang sudah sangat keras itu, kemudian diemutnya kembali.
Akhirnya aku menyudahi serangan awal. Devi kunaiki dan aku menggesekkan kon tolku ke bibir no noknya. Kemudian kudorong kon tolku membelah no nok Devi diiringi desahan nikmat. Aku meremas toket kirinya dan memlintir2 pentilnya. Devi yang juga sudah napsu tambah menggelinjang ketika aku mempercepat kocokanku pada no noknya. Seranganku pada no nok Devi semakin cepat sehingga tubuhnya menggelinjang hebat.
“Aaakhh..aahh!” jerit Devi dengan melengkungkan tubuhnya ke atas. Devi telah nyampe.
Tanpa memberi kesempatan istirahat, aku menaikkan Devi ke pangkuanku dengan posisi membelakangi. Kembali no nok Devi kukocok dengan kon tolku. Walaupun Viih leVi dia mulai menggoyangkan pantatnya mengikuti kocokan kon tolku. Aku yang merasa keenakan hanya bisa mengerang sambil mereVi pantat Devi, menikmati pijatan
no noknya.
Bosan dengan gaya berpangkuan, aku berbaring telentang dan membiarkan Devi bergoyang di atas kon tolku. Dengan tetap berciuman aku mengenjotkan kon tolku ke no noknya, kon tolku yang sudah sangat keras tanpa halangan langsung menerobos no noknya, bersarang sedalam-dalamnya. Terasa nikmat sekali. Kedua toketnya kuremas2 dengan penuh napsu.
Aku mengenjotkan kon tolku dari bawah dengan cepat, ini membuat Devi mengerang keras dan sepertinya sudah mau nyampe lagi. Baru sebentar goyang dia sudah mau nyampe saking nikmatnya. Devi menjadi semakin liar dalam menggoyang pantatnya. Dia sudah makin terangsang sehingga akhirnya badannya mengejang-ngejang diiringi erangan kenikmatan.
“Auu.. om!” jeritnya.
Untuk beberapa saat kami terdiam. Ia memelukku erat-erat.
“Vi, aku belum ngecret kok kamu udah nyampe”, katanya.
“Habis, nikmat banget sih rasanya kon tol om nyodok2 no nok Devi”, jawabnya terengah.
“Kita terusin ya”, Devi hanya mengangguk lemas.
Aku menyuruh Devi nungging dan membuka pahanya lebar2. Aku mendekat dari belakang. Aku menyapu lembut pantatnya yang mulus padat. Devi menggigit bibirnya dan menahan napas, tak sabar menanti masuknya kon tolku yang Viih keras.
Aku mengarahkan kon tolku ke no noknya. Perlahan-lahan kepala kon tolku yang melebar dan berwarna merah mengkilap itu menerobos no noknya. Devi mendongak dan mendesis kenikmatan. Sejenak aku berhenti dan membiarkan dia menikmatinya, lalu mendadak aku menghentakkan pantatku keras ke depan. Sehingga terbenamlah seluruh kon tolku di no noknya.
“Aacchh..!!”, Devi mengerang keras.
Rambutnya kujambak sehingga wajahnya mendongak keatas. Sambil terus menggenjot no noknya, tanganku meremas2 kedua toketnya yang berguncang2 karena enjotanku yang keras, seirama dengan keluar Viuknya kon tolku di no noknya. Terdengar bunyi kecipak cairan no noknya, Devi pun terus mendesah dan melenguh.
Mendengar itu semua, aku semakin bernafsu. Enjotan kon tol kupercepat, sehingga erangan dan lenguhannya makin menjadi2.
“Oohh..! Lebih keras om.
Ayo, cepat. Cepat. Lebih keras lagii!” Keringatku deras menetesi punggungnya. Wajahku pun telah basah oleh keringat. Rambutnya semakin keras kusentak. Kepalanya semakin mendongak. Dan akhirnya dengan satu sentakan keras, aku membenamkan kon tolku sedalam-dalamnya. Devi menjerit karena kembali nyampe.
Aku terus meremas2 toketnya dengan penuh nafsu dan makin keras juga menghentakkan kon tolku keluar Viuk no noknya sampai akhirnya pejuku menyemprot dengan derasnya di dalam no noknya. Rasanya tak ada habis-habisnya. Dengan leVi aku menelungkup di atas punggungnya.
Besok paginya aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan aku hanya mendapati Devi yang Viih terlelap di sebelah kiriku. Kuguncang tubuh Devi untuk membangunkannya.
“Gimana , puas semalem?” tanyaku.
“Gila Devi om en totin sampe kelenger, kuat banget sih om”.
“Devi suka kan aku en tot, kapan2 kalo ada kesempatan mau enggak ngen tot lagi ama aku?”
“Mau banget om, tapi jangan sampe ibu tau ya om. Devi belon pernah bangun jam 10 gini, enak ya om gak usah ngerjain tugas rumah tangga. Om gak laper, ntar Devi siapin”.
“Katanya gak mo ngerjain kerjaan rumah tangga. Kita pelukan di ranjang lagi. masih mau lagi gak?”
“Kalo om bisa napa enggak, Devi nikmat kok dien tot om, mau deh terus2an dien totnya, biar lemes juga”. Aku memeluk dan mencium bibirnya, tanganku aktif menelusuri tubuhnya.
Ketika tanganku sampai ke bawah, kubelai bibir no noknya sekaligus mempermainkan it ilnya.
“Uuhh.. om”, Devi menjerit kecil dan mempererat pelukannya padaku.
Devi mendekatkan wajahnya padaku dan mencium bibirku, selama beberapa menit bibir kami berpagutan. Devi amat menikmati belaian pada daerah sensitifnya. Dengan tangan kanan aku memainkan toketnya, pentilnya kupencet dan kupilin hingga makin menegang, tangan kiriku meraba-raba no nokku. Devi menikmati jari-jariku bermain di no noknya sambil merintih2 keenakan.
“Maen lagi yuk Vi”.
“Ayuk om, Devi dah pengen dien tot lagi”. Luar biasa ni perempuan, gak ada matinya.
Napsunya besar banget, padahal semalem dah aku en tot sampe dia lemes banget, Viih aja mau lagi. Aku meremes2 toket kirinya sambil sesekali memelintir pentilnya. Lalu aku membungkuk dan mengarahkan kepalaku ke toket kanannya yang langsung kukenyot. Devi memejamkan mata menghayati suasana itu dan mengeluarkan desahan.
“Mo pake gaya apa Vi”.
“Devi paling nikmat kalo dien tot dari belakang om”. Langsung aku menyuruhnya menungging, kuarahkan kon tolku ke arah no noknya.
Jembutnya yang hitam lebat itu kusibak sehingga tampaklah bibir no noknya yang berwarna merah muda dan basah berlendir. Kuselipkan kepala kon tolku di antara bibir no noknya. Devi mendesah.
Kemudian perlahan tapi pasti aku mendorong kon tolku ke depan. kon tolku menerobos no noknya.
Devi menjerit kecil sambil mendongakkan kepalanya keatas. Sejenak aku berhenti dan membiarkan dia menikmatinya. Ketika Devi tengah mengerang-erang dan menggelinjang-gelinjang, mendadak aku menyodokkan kon tolku ke depan dengan cepat dan keras sehingga kon tolku meluncur ke dalam no noknya. Devi tersentak dan menjerit keras.
“Aduh om, enak!” Aku mempercepat enjotan kon tolku di no noknya.
Semakin keras dan cepat enjotanku, semakin keras erangan dan jeritannya.
“Aa..h.!” jeritnya nyampe. Kemudian Devi kutelentangkan diranjang.
Aku menaiki tubuhnya, pahaku menempel erat dipahanya yang mengangkang. Kepala kon tol kutempelkan ke it ilnya. Sambil menciumi leher, pundak dan belakang telinganya, kepala kon tolku bergerak-gerak mengelilingi bibir no noknya yang sudah basah. Devi merem melek menikmati kon tolku di bibir no noknya, akhirnya kuselipkan kon tolku dino noknya.
“Aah”‘ jeritnya keenakan.
Devi merasa kenikmatan yang luar biasa dan sedikit demi sedikit kuViukkan kon tolku. Devi menggoyangkan pantatnya sehingga kon tolku hampir seluruhnya Viuk.
“Om, enjot dong kon tolnya, rasanya nikmat sekali”. Perlahan aku mulai mengenjot kon tolku keluar Viuk no noknya.
Pahanya di kangkangin lebar-lebar, hingga akhirnya kakinya melingkar di pantatku supaya kon tolku Viuk sedalam-dalam ke no noknya. Devi berteriak-teriak dan merapatkan jepitan kakinya di pantatku. Aku membenamkan kon tolku seluruhnya di dalam no noknya.
“Om, Devi nyampe lagi.. Ahh.. Ahh.. Ahh,” jeritnya.
Beberapa saat kemudian, dia membuka sedikit jepitan kakinya dipantatku, paha dibukanya lebar2 dan akhirnya dengan cepat kuenjot kon tolku keluar masuk no noknya. Nikmat sekali rasanya. Setelah delapan sampai sembilan enjotan kon tolku di no noknya, akhirnya croot..croot.. croot.. croot..
”Vi, aku ngecret”, erangnya. Pejuku muncrat banyak sekali memenuhi no noknya.
Setelah mandi kami baru menyiapkan makan pagi dan menyantapnya bersama.
“Mesra banget ya om, kaya penganten baru aja”. Sungguh nikmat tinggal bersama Devi selama majikannya berlibur ke bali.
Gak keitung berapa kali aku mereguk kenikmatan bersama Devi. Demikian juga Devi yang sepertinya ketagihan kon tolku ngenjot no noknya.
Post a Comment